Aksi, Sanksi dan Hati Nurani

Publish by Humas  |  12 November 2021  |  1643

all

Festival Nasional 3 Anti Dosa “Korupsi: Aksi, Sanksi dan Hati Nurani” hadir sebagai pembicara Prof. Drs. Adrianus Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D.  

Pada Festival Nasional 3 Anti Dosa yang berlangsung Rabu 10 November 2021 dengan tema “Korupsi: Aksi, Sanksi dan Hati Nurani” menghadirkan pembicara Prof. Drs. Adrianus Meliala, M.Si., M.Sc., Ph.D. Beliau merupakan guru besar Universitas Indonesia dan juga dosen departemen kriminologi UI. Beliau mengatakan bahwa ada dimensi aksi, sanksi dan hati nurani dalam 10 teori kriminologi. Secara singkat beliau mengatakan “kriminologi adalah disiplin dalam ilmu sosial yang mempelajari kejahatan, pelaku, korban dan reaksi terhadap ketiganya”. Teori Imitasi (1912) menjelaskan bahwa orang biasa meniru orang lain. Awalnya, kejahatan ditiru sebagai gaya, lama-lama menjadi terbiasa. Teori Cesare Lombroso (1920) menjelaskan bahwa ada hubungan antara bentuk wajah dan penampilan fisik lainnya dengan kejahatan dari manusia. Teori Strain (1957) menjelaskan bahwa ketika semua orang berniat untuk mencapai kesuksesan, orang yang paling tidak mungkin sukses melalui cara-cara yang tidak sah adalah yang paling tertekan untuk (terpaksa) mempergunakan kesempatan yang ilegal dan tidak sah. Teori Gang Delinkuen (1960) menjelaskan bahwa terbentuknya gang (sub-kebudayaan) yang berbeda karena adanya perbedaan kesempatan terhadap akses ke cara-cara legal dan ilegal. Teori Kejahatan Kerah Putih (1960) menjelaskan bahwa kejahatan tertentu cenderung dilakukan oleh orang dengan jabatan tinggi dan dilakukan dalam rangka jabatannya. Teori Pengendalian Delinkuensi (1969) menjelaskan bahwa penyimpangan yang dilakukan di masa muda seseorang. Teori Konsep Diri (1973) menjelaskan bahwa konsep diri yang kuat adalah diri yang mampu mengakomodasi nilai-nilai yang disepakati. Teori Realitas Sosial Kejahatan (1974) menjelaskan bahwa realita kejahatan yang dikonstruksikan cenderung diterima sebagai keharusan. Selanjutnya kita memberikan “hak” kepada pihak yang berkuasa untuk melakukan tindakan yang sebenarnya lebih mencerminkan kepentingannya. Teori Konfik Budaya (1980) menjelaskan bahwa bahwa kejahatan tidak terkait dengan siapa yang benar atau salah, tetapi siapa yang akhirnya memenangkannya. Teori  Kontrol (1992) menjelaskan bahwa sebagian besar hidup kita dihabiskan untuk mempelajari hal-hal apa yang diperbolehkan atau tidak untuk dilakukan.

Terdapat dimensi aksi, sanksi dan hati nurani dalam 10 teori kriminologi

(C) Marketing-PR/Antika Ningrum Sundoro