5 Tips Memandu Anak Memasuki Masa Remaja

Publish by Humas  |  05 Oktober 2021  |  2080

all psikologi

Anak pada usia masa pra remaja cenderung lebih dikendalikan oleh otak limbik dimana otak limbik mengatur emosi yang seringkali pada masa ini anak dianggap ‘memberontak’ 

SMP Xin Zhong Surabaya menggelar webinar series dengan topik “Teenage Rebellion vs Good Parenting: Communication Problems and Strategies". Webinar ini merupakan salah satu bagian dari rangkaian kegiatan virtual open house SMP Xin Zhong Surabaya yang diadakan via Zoom pada Sabtu, 2 Oktober 2021. Menurut Amelia Budi Santoso selaku Kepala SMP Xin Zhong Surabaya, webinar ini bertujuan untuk mempersiapkan orang tua dalam menghadapi dan memfasilitasi anak-anaknya yang mulai memasuki masa remaja. Pada seri webinar kali ini, SMP Xin Zhong Surabaya menghadirkan Pinkan Margaretha Indira, M. Psi., Psikolog, dosen Fakultas Psikologi dan Kepala Program Studi Psikologi UKRIDA Jakarta sebagai narasumber. Beliau menjelaskan ketidakpastian situasi pandemi yang terjadi saat ini, maraknya informasi melalui berbagai media sosial, dan gegar budaya, hal ini berdampak pada kondisi psikologis manusia. Kondisi tidak stabil tersebut menuntut anak perlu memiliki kemampuan adaptasi yang gesit untuk dapat survive di masa depan. Dengan percepatan yang terjadi, tumbuh kembang manusia tidak dapat dipercepat. Oleh karena itu, orang tua perlu mengenali masa yang dialami anak sehingga dapat memfasilitasi, mendidik dan melatih anak menjadi masyarakat global yang adaptif sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Untuk dapat menjadi manusia dewasa yang mandiri, mampu menentukan pilihan secara logis, memiliki kemampuan berargumentasi dan bertanggung jawab atas keputusan dalam hidupnya, anak harus melewati masa remaja. Beliau menjelaskan anak pada usia masa pra remaja cenderung lebih dikendalikan oleh otak limbik dimana otak limbik mengatur emosi yang seringkali pada masa ini anak dianggap ‘memberontak’. Otak anak yang pada masa pra remaja sedang berlatih menentukan pilihan, belajar dari kesalahan dan menerima konsekuensi, keadaan demikian perlu distimulasi dengan cara memberikan perspektif dan ruang untuk anak dapat mempertimbangkan dan menentukan keputusan bagi dirinya. Respon orang tua pada masa remaja inilah yang merupakan kunci keberhasilan proses pendewasaan anak. Beliau membagikan 5 tips untuk membantu orang tua dalam memandu anak-anaknya yang mulai memasuki masa remaja.

Pertama, begin with gratitude, awali dengan rasa syukur. Ketika anak dirasa membuat emosi, berhenti sejenak dan ambil waktu untuk berpikir. Bersyukur berarti memutuskan memilih untuk tetap mengambil persepsi ada yang baik yang dapat diterima dalam keadaan apapun. Dengan bersyukur dapat membantu emosi anda untuk lebih terkontrol. Kedua, resist the emotions, tahan emosi. Meskipun orang tua sering kali merasa lepas kendali emosi, pada dasarnya orang tua lebih mengembangkan korteks prefrontal atau logika sehingga lebih dapat bertindak sebagai emotional coach. Anak cenderung mencontoh cara orang tua mengekspresikan dan mengendalikan respon terhadap emosi positif dan emosi negatif. Di samping itu, orang tua juga perlu memproporsikan disiplin dan kasih sayang dengan seimbang. Selain itu, di tengah berbagai kesibukan, orang tua pun tidak jarang merasa stress dan berdampak kepada anak. Maka, jika orang tua memiliki masalah, segera temukan bantuan melalui konselor atau ahlinya. Orang tua harus sehat secara emosional agar asuhan terhadap anak dapat optimal. Ketiga, adjust my thinking, menyesuaikan pemikiran dengan cara berpikir anak. Ketika remaja ‘membantah’ atau melakukan hal yang bertentangan dengan perintah orang tua, mereka sedang didominasi otak limbik atau emosinya, sehingga orang tua perlu menyesuaikan pola pikir mereka. Orang tua dapat memberikan fakta konsekuensi yang logis atas tindakan mereka yang kurang baik. Keempat, communicate kindly, komunikasikan dengan baik. Orang tua dapat mulai berempati dan melakukan komunikasi dua arah dengan anak. Beliau menambahkan bahwa bentuk komunikasi yang efektif diterima oleh anak sebanyak 50% justru merupakan bahasa tubuh dan mimik, sementara kata-kata hanya diterima sebanyak 7%. Kelima, express genuine appreciation, ekspresikan bentuk apresiasi kepada anak. Orang tua dapat mulai belajar tidak hanya menegur dan mengarahkan ketika anak salah, namun ketika anak melakukan hal-hal yang baik, orang tua dapat mengapresiasi anak. Apresiasi berupa ucapan terima kasih dan memberikan waktu atau kasih sayang atas kebiasaan baik yang mereka lakukan akan menumbuhkan perasaan diterima pada diri anak.

respon orang tua pada masa remaja inilah yang merupakan kunci keberhasilan proses pendewasaan anak

(C) Marketing-PR/Felicia Noviani