Tolak Kekerasan Seksual

Publish by Humas  |  08 November 2021

all

Festival Nasional 3 Anti Dosa bersama DRA. A. Kasandra Putranto. Psikolog Klinis dengan tema Tolak Kekerasan Seksual dihadiri 380 peserta dari beragam jurusan dan pihak umum

Festival Nasional 3 Anti Dosa bersama DRA. A. Kasandra Putranto. Psikolog Klinis dengan tema Tolak Kekerasan Seksual dihadiri 380 peserta dari beragam jurusan dan pihak umum. Pembahasan tentang menolak kekerasan seksual yaitu dengan 3B Berani, Bangkit, dan Bersinar. Melihat hal ini juga pembahasan akan sejalan dengan upaya menanggulangi kekerasan seksual yang sering terjadi pada anak maupun perempuan. Kasus sexual abuse to assault, seperti ini seringkali terjadi, namun korban juga seringkali tidak sadar atau tidak menolak atau bahkan membiarkan. Transformasi dunia juga menjadi faktor pendukung terjadinya kekerasan. Ketika pelaku mudah mengakses identitas korban, alamat, dan hal privasi lain, hal ini menjadi salah satu faktor pendukung pelaku melakukan kekerasan. Keluarga menjadi lingkungan pertama bagi anak, maka sangat diharapkan keluarga tidak menjadi pelaku atau korban. Kategori pelanggaran sexual, menurut National Incident-based Reporting Systems (NIBRS) yaitu dengan paksa dan tanpa paksa. Pelanggaran seperti sentuhan, belaian, cumbuan, pemerkosaan, sodomi, dan kekerasan seksual dengan objek. Menurut data kekerasan seksual terhadap anak dibawah 18 tahun mirisnya yang menjadi pelaku kekerasan anak  adalah seorang anak juga. Hal ini membuat tingkat viktimisasi cenderung tinggi. Dilihat dari sudut pandang pelaku, korban, dan situasi. Pada pelaku biasanya karena merasa memiliki power yang lebih tinggi, atau dibawah pengaruh alkohol, narkoba, zat, dampak pornografi, indikasi psikopatologi, dan pendidikan yang rendah. Bagi korban kekerasan ini sering terjadi karena korban sering merasa power yang lebih rendah atau kelengahan, jerat ekonomi, profil intelegensi, emosi, kepribadian, kapasitas sosial, perilaku, atau pendidikan yang rendah. Situasi yang mendukung kekerasan seksual biasanya adanya kekerasan berbasis gender, diskriminasi, intoleransi, ketidaksetaraan, kualitas system, system budaya, kualitas genetik dan anatomi masyarakat, serta penyalahgunaan restorative justice. Melihat berbagai kasus kekerasan yang ada di Indonesia. Upaya pemerintah adalah dengan adanya UU Kejahatan Seksual dan Pencabulan, yaitu pada KUHP Pasal 289 dan KUHP Pasal 294 serta UU Perlindungan Anak UU RI No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yaitu pasal 81 dan pasal 82. Upaya penanggulangan kekerasan ini bisa dengan langkah preventif, penegakan hukum, dan juga dengan meningkatkan ketahanan anak (Resilient Child). Keuntungan dari anak yang memiliki ketahanan ini mereka punya ketrampilan untuk sosial emosional, meningkatnya self-esteem, meningkatnya attitudes tentang diri sendiri dan lingkungan, sikap lingkungan yang positif dan membangun relasi interpersonal yang positif juga. Apa yang terjadi di rumah akan terpancar di lingkungan, sehingga peran keluarga sangat penting untuk pencegahan. Pentingnya peran ibu dalam edukasi dan pengawasan anak, peran ayah mengajarkan nilai maskulinitas yang positif, bahwa perempuan harus dilindungi. Transformasi parenting sangat berperan dalam penanggulangan kekerasan ini, jika terabaikan anak menjadi korban atau bahkan pelaku. 

Upaya penanggulangan kekerasan ini bisa dengan langkah preventif, penegakan hukumnya, dan juga dengan meningkatkan ketahanan anak (Resilient Child)

(C) Marketing-PR/Angela Lay

=